Teruntuk rahne, pemicu jari-jariku.
Ini surat pertamaku untukmu. Entah berapa masa lamanya kuhabiskan
hanya untuk menguatkan hati mengirimkan barisan kata-kata ini. Jadi
dengarkan baik-baik, aku tak begitu kuat untuk berteriak lantang, dekat
padaku, kutuliskan padamu berbisik. Rahne, bacalah perlahan suratku.
Agar debarku meresapi matamu. Aku tidak sanggup jika kesungguhan ini kau
baca sesuka hati. Sebab lengkung hurufnya telah kuletakkan hati-hati
sepenuh hati.
Bagaimana kabarmu di ibu kota rahne? Kudengar dari kicauanmu, jakarta
membuatmu betah berlama-lama dengan macetnya. Doaku, semoga kau tidak
berjodoh dengan supir taksi manapun yang kau tumpangi :p
Rahne, ada banyak hal yang ingin kutanyakan. Tentangmu, tentang
pekerjaanmu, lingkar pertemanan, atau apapun yang melabeli hidupmu.
Bahkan, aku ingin berkenalan dengan penguin yang kau pelihara di dalam
kost. Masihkah ia menyeretmu pagi hari agar segera ke kamar mandi? Ah,
kuharap suatu saat aku bisa menggantikannya :)
Telah setahun rasanya aksaramu mewarnai hidupku. Seperti pagi,
hadirmu pada lini masa sesuatu yang pasti. Seperti pelangi, tulisanmu
tak jemu kupandangi. Aku mulai terbiasa hidup bersisian dengan aksaramu
ne. Aku terinspirasi, aku termotivasi, aku tercerahkan, aku kau
ombang-ambingkan. Mungkin aku yang berlebih menilaimu, mungkin pula kau
yang kurang menyadari kelebihanmu. Apapun itu, aku padamu! (dan charly ST-12 pun bernyanyi. hahaha)
Tanpa kau dan aku sadari, keterlibatanmu dalam hidupku semakin akut.
Tulisanmu candu bagi jiwaku. Perlahan dan pasti, syarafku mulai sakau
akan tulisan-tulisanmu. Kau penyeimbangku yang baru rahne. Kau lautan,
dan aku tenggelam pada deras ombaknya……hingga drama malam itu mewujud
nyata.
Tiada bisa aku tertidur, dan tak bisa pula terpejam kelopak mataku.
Retinaku terpaku dilini masamu, dan aku kau hancurkan. Ya, itu saat
kutahu hatimu, singgasana kepalamu, dijajah oleh seorang zarry. Apalah
yang bisa aku lakukan. Mungkin selamanya aku fana untukmu, mungkin
selamanya pula lengkung senyummu fatamorgana bagiku. Jika mengenalmu
adalah kesalahan, abadilah aku menjadi murid paling bodoh.
Rahne, sedapat mungkin aku mengenyahkan perasaan ini. Semakin kucoba,
semakin betah pula kau di hati berkuasa. Malam ketika (kukira) pipimu
dibanjiri air mata, kucoba mengurasnya dengan remah-remah kata. Cuma ini
yang dapat kuperbuat untukmu wanita berhati kuat. Tak henti-henti
kukirimkan untaian kata barisan aksara. Agar kau sadari, ada aku yang
tak ingin kau terluka oleh siapapun lagi.
Maka pahami ini duhai wanita terpuji yang pandai memuji. Jika suatu
saat kesedihan bergelayut di pundakmu, bila kebahagiaan tak lagi menetap
dihatimu, ingat-ingatlah aku yang siap mendengar celotehmu. Izinkan aku
menjadi bagian hidupmu, walau hanya sekedar penonton setia, paling
tidak aku hafal tiap detail kau bersandiwara. Meski hanya sebagai semak
di ladang kata-katamu, paling tidak aku bersisian denganmu.
Kau hutan belantara, aku tersesat di dalamnya.
Salam, @duniaksara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar